Nama
Asli beliau adalah Ismail dan di ganti oleh guru beliau Romo Kyai Abdul Hamid
Pasuruan (Romo yai Hamid) menjadi M. Aly Bahruddin. Tapi di masyarakat beliau
di kenal dg panggilan Gus Mad Cabean karena beliau tinggal di dusun Cabean di
daerah Pasuruan.
Beliau
adalah pengasuh dan Penasehat Yayasan Pondok Pesantren At-taqwa yg terletak di
Kraton Kejayan Pasuruan Jawa Timur Indonesia. Selain menjadi Pengasuh dan
Penasehat, Beliau juga dewan Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama' (PCNU)
Kab. Pasuruan juga Mursyid Thoriqoh Al-Mu'tabarroh An-Nadliyah Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah (JATMAN) dan membina Khususiyah Thoriqoh setiap Hari Jum'at jam
13.00 WIB s/d Selesai di PP At-Taqwa.
Panggilan
Umi Hanya untuk Istri Pertama
Masih
ada yang percaya terhadap ungkapan banyak anak banyak rezeki. Salah satunya
ialah KH M. Aly Bahruddin, pengasuh pondok pesantren di Pasuruan, Jatim. Beliau
menikah lima kali dan kini punya empat istri serta 53 anak.
Penampilannya
bersahaja. Sehari-hari, Gus Mad lebih sering mengenakan baju gamis putih dengan
serban hijau.
“Saya
tidak mengira kalau dalam hidup saya punya istri lebih dari satu dan anak
sampai 49 orang,” kata Gus Mad kepada wartawan Radar Bromo (Grup Jawa Pos) yang
mengunjunginya di pesantrennya.
Meski
sudah dikaruniai 53 anak, Gus Mad mengaku masih ingin menikah lagi, krn kiai
jebolan salah satu pesantren di Peterongan, Jombang, itu mempunyai prinsip
“banyak anak banyak rezeki.”
“Pasti
sampeyan nggak mengira. Wong saya kerjanya hanya duduk-duduk saja seperti ini.
Tapi nggak tahu, rezeki itu selalu saja ada. Dan saya berprinsip, setiap
manusia hidup di dunia ini mempunyai rezeki yang sudah diatur Allah. Dan kalau
diizinkan, ya saya ingin punya anak lagi,” tutur beliau.
Lebih
lanjut Gus Mad menceritakan penggalan perjalanan hidupnya. Beliau pertama
menikah ketika berusia 21 tahun. Saat itu, dia dinikahkan dengan Fatimatuzzahro
oleh KH Abdul Hamid, kiai tempat dia mondok di Pasuruan. Dari pernikahannya
dengan Fatimah -panggilan Fatimatuzzahro- itu, Gus Mad dikaruniai 15 anak
Beberapa
tahun setelah pernikahan pertamanya, Gus Mad mendirikan pondok di rumahnya atas
wasiat KH Abdul Hamid. Pondok itu lantas diberi nama At-Taqwa.
Satu
per satu santri berdatangan ke pondok Gus Mad hingga jumlahnya semakin lama
semakin banyak. Suatu ketika, Gus Mad berniat menikahi salah satu santrinya
yang bernama Siti Mardiana. “Tentu saja saya harus izin dulu ke istri (pertama)
saya,” akunya.
Soal
restu dari istri pertama Gus Mad itu dibenarkan Siti Mardiana. “Setelah diberi
izin oleh Bu Nyai (Fatimah, Red), baru saya mau menjadi istri kedua Pak Kiai,”
cerita wanita 35 tahun itu.
Saat
menikah dengan Gus Mad, umur Mardiana 19 tahun. Saat itu, dengan istri
pertamanya, Gus Mad sudah punya 9 anak.
Mengapa
mau dinikahi Gus Mad? “Sebenarnya saya ke sini ini mondok. Tapi, saya pasrah
dengan kiai. Mau diapakan saja, ya ya saja. Dan yang terpenting bagi saya waktu
itu, apa yang disukai guru saya akan saya serahkan semuanya,” ungkap
Mardiana,
Dari
pernikahan keduanya itu, Gus Mad dikaruniai 13 anak. “Ini anak saya yang
keberapa ya,” katanya saat didatangi bocah berumur kira-kira 2 tahun sembari
mengingat-ingat nomor urut anaknya itu. “Oo.ini anak saya yang ke-12,” katanya.
Wanita
ketiga yang dinikahi Gus Mad adalah Khilmatul Bariroh. Wanita 32 tahun itu
mengaku sangat bahagia menikah dengan Gus Mad.
“Saya
malah bersyukur bisa menikah dengan Pak Kiai meski jadi istri ketiga,” kata
wanita yang sebelumnya adalah santri.
setelah
itu, Gus Mad kembali mempersunting salah satu santrinya, yakni Solinah. Sayang,
pernikahan dengan istri keempat itu tidak berlangsung lama. Gus Mad menceraikan
Solinah.
Namun,
setelah cerai dengan istri keempatnya, Dia kembali menikahi santrinya, yakni
Khalifatul Izzah. Dari pernikahannya yang kelima itu, Gus Mad dikaruniai 9
anak.
Hidup
dengan empat istri dan 53 anak tetap tak berpengaruh pada keharmonisan keluarga
Gus Mad. Menurut keempat istri dan anak-anaknya, Gus Mad dikenal sebagai sosok
orang tua yang sangat demokratis dan menghargai perbedaan.
Saat
ditanya bagaimana cara mengatur waktu untuk bertemu dengan keempat istrinya,
Gus Mad mengaku ada jadwal khusus yang telah disepakati bersama. Namun, dia
enggan membeberkan jadwal tersebut.
Ketiga
istri Gus Mad memang bukan orang asing di lingkungan pondok. Mereka adalah
santri Pesat. Tidak heran jika hubungan antara Nyai Fatimah (istri pertama)
dengan ketiga istri lainnya masih kental menunjukkan hubungan guru dengan
santrinya. Bahkan, panggilan santun Umi masih melekat kuat pada Nyai Fatimah.
Tidak satu pun istri Gus Mad, selain Nyai Fatimah, dipanggil dengan sebutan
Umi.
“Cita-cita
Abah (Gus Mad) pernah diungkapkan, ingin memiliki anak 60. Sekarang sudah 53
anak, berarti kurang 7 lagi. Tapi dengan keluarga besar seperti ini, kami
sangat Bersyukur,” ungkap Siti Mardiana, didampingi Masrifah, putrinya.
Tempat
tinggal keempat istri dan anak-anak Gus Mad berdekatan, masih di dalam
lingkungan pondok. Rumah keempat istri Gus Mad itu bisa diketahui dari tanda
khusus yang ditempel di pintu masuk. Tanda khusus itu adalah nama masing-masing
istri Gus Mad. Rumah Nyai Fatimah tertulis Fatimatuzzahro. Rumah ketiga istri
yang lain tertulis: Siti Mardiana, Khilmatul Bariroh, dan Khalifatul Izzah.
Rumah
setiap istri Gus Mad dilengkapi ruang tamu dengan deretan kursi yang bisa
menampung sekitar 50 orang.
Hal
lain yang tidak bisa dihindari dari kehidupan istimewa keluarga besar Gus Mad
adalah kelahiran dua anak dari dua istri dalam waktu yang hampir bersamaan.
Misalnya, putri bungsu Siti Mardiana yang baru berusia 4 bulan, yang bernama
Siti Safi’iyah Zahro Mauludiyah, lahirnya hampir bersamaan dengan anak
Khalifatul yang bungsu yang diberi nama Siti Aisyah Rosa Nailas syarofah.
Melahirkan hampir bersamaan itu sering dialami istri-istri Gus Mad. Maklum,
keempat istrinya memang hampir setiap tahun melahirkan seorang anak.
Lantas,
bagaimana cara para istri itu merawat anak-anaknya yang masih balita? Ternyata
tidak satu pun yang mengaku kesulitan. Sebab, hampir setiap anak memiliki ibu
asuh masing-masing yang tidak lain adalah santri di pondok tersebut. Bahkan,
anak-anak itu sudah dibawa ibu asuh mereka sejak lahir. Bayi-bayi itu baru
diberikan ke ibunya saat diberi ASI (air susu ibu).
Saat
usianya menginjak belasan tahun, barulah mereka dipisahkan dari ibu asuhnya.
Kamar untuk anak-anak Gus Mad pun sudah tersedia di antara bilik-bilik kamar
yang ada di kompleks Pesat (Pesantren At-taqwa. Red). Setiap anak punya kamar
sendiri. Meski demikian, hubungan antarmereka terjalin sangat akrab.
“Insya
Allah, saya dan saudara yang lain tidak akan pernah lupa nama saudara sendiri.
Bahkan, nama lengkap mereka,” ungkap Zakiah, putri ke-8 dari Fatimah, istri
pertama Gus Mad.
Soal
pendidikan juga tidak pernah membuat pusing Gus Mad dan keempat istrinya.
Anak-anak mereka disekolahkan mulai TK. Mereka bebas menentukan masa depannya
karena ada fasilitas pendidikan sampai setingkat perguruan tinggi. Tidak perlu
mencari ke luar karena di lingkungan Pesat sudah ada lembaga pendidikan TK, SD,
MTs, MA, bahkan PGSD.
Bagaimana
bila ada seorang anak yang ingin melanjutkan sekolah ke luar? Gus Mad tidak
melarang. Seperti yang dilakukan Nur Hamidah Aly, putri Fatimah yang saat ini
menimba ilmu di Universitas Islam Malang (Unisma) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Jurusan Bahasa Inggris. Begitu juga Bidayatul Hidayah
Aly(FKIP bhs Indonesia, UNISMA), Abdul Hamid Aly (FKIP Bahasa Inggris, UNISMA),
& M. Sulaiman Aly (Teknik Elektro, ITS Surabaya).
Ada
beberapa putra Gus Mad yang merantau. Dua di antaranya ke Kalimantan. Mereka
adalah Zainal Abidin dan Ahmad Anwar Hadi yang dipercaya menjadi ustad di salah
satu pesantren di sana.
“Mau
ketemu semua keluarga itu nggak gampang. Kalau Lebaran sekalipun susah sekali.
Tapi mungkin kalau pada hari ke-3 atau ke-4 Lebaran baru bisa bertemu.
Biasanya, untuk hari pertama Lebaran, kami berkumpul, sowan bareng ke rumah Umi
(panggilan untuk istri pertama Gus Mad),” ungkap Mardiana.
Saking
banyaknya jumlah anggota keluarga mereka, jarang sekali ada agenda pergi
bersama. Entah untuk belanja atau rekreasi keluarga.
Suatu
ketika Gus Mad pernah mengajak semua istri dan anak-anaknya rekreasi bersama.
Saat itu sampai menyewa tiga bus, seperti hal nya waktu main mantu ke sabreh
ada iring iringan 3 bus dan 11 mobil .
Mohon
doa Restu agar Beliau diberi Kesehatan dan kelancaran dalam segala Hal dalam
Agama, Dunia dan Akhirat.. Amiin Ya Robbal Alamin..
KH. M. Aly Bahruddin Cabean |