Jln. Masjid Cabean, Mulyorejo Kraton Pasuruan Jawa Timur, Indonesia

Kamis, 11 Agustus 2016

KH. M. Aly Bahruddin (Gus Mad) Pengasuh Ponpes At-taqwa Cabean Pasuruan

Nama Asli beliau adalah Ismail dan di ganti oleh guru beliau Romo Kyai Abdul Hamid Pasuruan (Romo yai Hamid) menjadi M. Aly Bahruddin. Tapi di masyarakat beliau di kenal dg panggilan Gus Mad Cabean karena beliau tinggal di dusun Cabean di daerah Pasuruan.
Beliau adalah pengasuh dan Penasehat Yayasan Pondok Pesantren At-taqwa yg terletak di Kraton Kejayan Pasuruan Jawa Timur Indonesia. Selain menjadi Pengasuh dan Penasehat, Beliau juga dewan Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama' (PCNU) Kab. Pasuruan juga Mursyid Thoriqoh Al-Mu'tabarroh An-Nadliyah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah (JATMAN) dan membina Khususiyah Thoriqoh setiap Hari Jum'at jam 13.00 WIB s/d Selesai di PP At-Taqwa.
Panggilan Umi Hanya untuk Istri Pertama
Masih ada yang percaya terhadap ungkapan banyak anak banyak rezeki. Salah satunya ialah KH M. Aly Bahruddin, pengasuh pondok pesantren di Pasuruan, Jatim. Beliau menikah lima kali dan kini punya empat istri serta 53 anak.

Penampilannya bersahaja. Sehari-hari, Gus Mad lebih sering mengenakan baju gamis putih dengan serban hijau.

“Saya tidak mengira kalau dalam hidup saya punya istri lebih dari satu dan anak sampai 49 orang,” kata Gus Mad kepada wartawan Radar Bromo (Grup Jawa Pos) yang mengunjunginya di pesantrennya.

Meski sudah dikaruniai 53 anak, Gus Mad mengaku masih ingin menikah lagi, krn kiai jebolan salah satu pesantren di Peterongan, Jombang, itu mempunyai prinsip “banyak anak banyak rezeki.”

“Pasti sampeyan nggak mengira. Wong saya kerjanya hanya duduk-duduk saja seperti ini. Tapi nggak tahu, rezeki itu selalu saja ada. Dan saya berprinsip, setiap manusia hidup di dunia ini mempunyai rezeki yang sudah diatur Allah. Dan kalau diizinkan, ya saya ingin punya anak lagi,” tutur beliau.

Lebih lanjut Gus Mad menceritakan penggalan perjalanan hidupnya. Beliau pertama menikah ketika berusia 21 tahun. Saat itu, dia dinikahkan dengan Fatimatuzzahro oleh KH Abdul Hamid, kiai tempat dia mondok di Pasuruan. Dari pernikahannya dengan Fatimah -panggilan Fatimatuzzahro- itu, Gus Mad dikaruniai 15 anak

Beberapa tahun setelah pernikahan pertamanya, Gus Mad mendirikan pondok di rumahnya atas wasiat KH Abdul Hamid. Pondok itu lantas diberi nama At-Taqwa.

Satu per satu santri berdatangan ke pondok Gus Mad hingga jumlahnya semakin lama semakin banyak. Suatu ketika, Gus Mad berniat menikahi salah satu santrinya yang bernama Siti Mardiana. “Tentu saja saya harus izin dulu ke istri (pertama) saya,” akunya.

Soal restu dari istri pertama Gus Mad itu dibenarkan Siti Mardiana. “Setelah diberi izin oleh Bu Nyai (Fatimah, Red), baru saya mau menjadi istri kedua Pak Kiai,” cerita wanita 35 tahun itu.

Saat menikah dengan Gus Mad, umur Mardiana 19 tahun. Saat itu, dengan istri pertamanya, Gus Mad sudah punya 9 anak.

Mengapa mau dinikahi Gus Mad? “Sebenarnya saya ke sini ini mondok. Tapi, saya pasrah dengan kiai. Mau diapakan saja, ya ya saja. Dan yang terpenting bagi saya waktu itu, apa yang disukai guru saya akan saya serahkan semuanya,” ungkap Mardiana, 

Dari pernikahan keduanya itu, Gus Mad dikaruniai 13 anak. “Ini anak saya yang keberapa ya,” katanya saat didatangi bocah berumur kira-kira 2 tahun sembari mengingat-ingat nomor urut anaknya itu. “Oo.ini anak saya yang ke-12,” katanya.

Wanita ketiga yang dinikahi Gus Mad adalah Khilmatul Bariroh. Wanita 32 tahun itu mengaku sangat bahagia menikah dengan Gus Mad.

“Saya malah bersyukur bisa menikah dengan Pak Kiai meski jadi istri ketiga,” kata wanita yang sebelumnya adalah santri.
setelah itu, Gus Mad kembali mempersunting salah satu santrinya, yakni Solinah. Sayang, pernikahan dengan istri keempat itu tidak berlangsung lama. Gus Mad menceraikan Solinah.

Namun, setelah cerai dengan istri keempatnya, Dia kembali menikahi santrinya, yakni Khalifatul Izzah. Dari pernikahannya yang kelima itu, Gus Mad dikaruniai 9 anak.

Hidup dengan empat istri dan 53 anak tetap tak berpengaruh pada keharmonisan keluarga Gus Mad. Menurut keempat istri dan anak-anaknya, Gus Mad dikenal sebagai sosok orang tua yang sangat demokratis dan menghargai perbedaan.

Saat ditanya bagaimana cara mengatur waktu untuk bertemu dengan keempat istrinya, Gus Mad mengaku ada jadwal khusus yang telah disepakati bersama. Namun, dia enggan membeberkan jadwal tersebut.
Ketiga istri Gus Mad memang bukan orang asing di lingkungan pondok. Mereka adalah santri Pesat. Tidak heran jika hubungan antara Nyai Fatimah (istri pertama) dengan ketiga istri lainnya masih kental menunjukkan hubungan guru dengan santrinya. Bahkan, panggilan santun Umi masih melekat kuat pada Nyai Fatimah. Tidak satu pun istri Gus Mad, selain Nyai Fatimah, dipanggil dengan sebutan Umi.

“Cita-cita Abah (Gus Mad) pernah diungkapkan, ingin memiliki anak 60. Sekarang sudah 53 anak, berarti kurang 7 lagi. Tapi dengan keluarga besar seperti ini, kami sangat Bersyukur,” ungkap Siti Mardiana, didampingi Masrifah, putrinya.

Tempat tinggal keempat istri dan anak-anak Gus Mad berdekatan, masih di dalam lingkungan pondok. Rumah keempat istri Gus Mad itu bisa diketahui dari tanda khusus yang ditempel di pintu masuk. Tanda khusus itu adalah nama masing-masing istri Gus Mad. Rumah Nyai Fatimah tertulis Fatimatuzzahro. Rumah ketiga istri yang lain tertulis: Siti Mardiana, Khilmatul Bariroh, dan Khalifatul Izzah.

Rumah setiap istri Gus Mad dilengkapi ruang tamu dengan deretan kursi yang bisa menampung sekitar 50 orang.

Hal lain yang tidak bisa dihindari dari kehidupan istimewa keluarga besar Gus Mad adalah kelahiran dua anak dari dua istri dalam waktu yang hampir bersamaan. Misalnya, putri bungsu Siti Mardiana yang baru berusia 4 bulan, yang bernama Siti Safi’iyah Zahro Mauludiyah, lahirnya hampir bersamaan dengan anak Khalifatul yang bungsu yang diberi nama Siti Aisyah Rosa Nailas syarofah. Melahirkan hampir bersamaan itu sering dialami istri-istri Gus Mad. Maklum, keempat istrinya memang hampir setiap tahun melahirkan seorang anak.

Lantas, bagaimana cara para istri itu merawat anak-anaknya yang masih balita? Ternyata tidak satu pun yang mengaku kesulitan. Sebab, hampir setiap anak memiliki ibu asuh masing-masing yang tidak lain adalah santri di pondok tersebut. Bahkan, anak-anak itu sudah dibawa ibu asuh mereka sejak lahir. Bayi-bayi itu baru diberikan ke ibunya saat diberi ASI (air susu ibu).

Saat usianya menginjak belasan tahun, barulah mereka dipisahkan dari ibu asuhnya. Kamar untuk anak-anak Gus Mad pun sudah tersedia di antara bilik-bilik kamar yang ada di kompleks Pesat (Pesantren At-taqwa. Red). Setiap anak punya kamar sendiri. Meski demikian, hubungan antarmereka terjalin sangat akrab.

“Insya Allah, saya dan saudara yang lain tidak akan pernah lupa nama saudara sendiri. Bahkan, nama lengkap mereka,” ungkap Zakiah, putri ke-8 dari Fatimah, istri pertama Gus Mad.

Soal pendidikan juga tidak pernah membuat pusing Gus Mad dan keempat istrinya. Anak-anak mereka disekolahkan mulai TK. Mereka bebas menentukan masa depannya karena ada fasilitas pendidikan sampai setingkat perguruan tinggi. Tidak perlu mencari ke luar karena di lingkungan Pesat sudah ada lembaga pendidikan TK, SD, MTs, MA, bahkan PGSD.

Bagaimana bila ada seorang anak yang ingin melanjutkan sekolah ke luar? Gus Mad tidak melarang. Seperti yang dilakukan Nur Hamidah Aly, putri Fatimah yang saat ini menimba ilmu di Universitas Islam Malang (Unisma) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Bahasa Inggris. Begitu juga Bidayatul Hidayah Aly(FKIP bhs Indonesia, UNISMA), Abdul Hamid Aly (FKIP Bahasa Inggris, UNISMA), & M. Sulaiman Aly (Teknik Elektro, ITS Surabaya).

Ada beberapa putra Gus Mad yang merantau. Dua di antaranya ke Kalimantan. Mereka adalah Zainal Abidin dan Ahmad Anwar Hadi yang dipercaya menjadi ustad di salah satu pesantren di sana.

“Mau ketemu semua keluarga itu nggak gampang. Kalau Lebaran sekalipun susah sekali. Tapi mungkin kalau pada hari ke-3 atau ke-4 Lebaran baru bisa bertemu. Biasanya, untuk hari pertama Lebaran, kami berkumpul, sowan bareng ke rumah Umi (panggilan untuk istri pertama Gus Mad),” ungkap Mardiana.

Saking banyaknya jumlah anggota keluarga mereka, jarang sekali ada agenda pergi bersama. Entah untuk belanja atau rekreasi keluarga.

Suatu ketika Gus Mad pernah mengajak semua istri dan anak-anaknya rekreasi bersama. Saat itu sampai menyewa tiga bus, seperti hal nya waktu main mantu ke sabreh ada iring iringan 3 bus dan 11 mobil .

Mohon doa Restu agar Beliau diberi Kesehatan dan kelancaran dalam segala Hal dalam Agama, Dunia dan Akhirat.. Amiin Ya Robbal Alamin..
KH. M. Aly Bahruddin Cabean



Share:

Selasa, 09 Agustus 2016

Logo Pondok Pesantren At-taqwa Cabean


Share:

BTemplates.com

Visitors

Labels